Daya Beda Butir Soal

(Rabu, 07 November 2007)

Daya beda (diskriminasi) suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya beda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya indeks diskriminasi atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Adapun fungsi dari daya pembeda tersebut adalah mendeteksi perbedaan individual yang sekecil-kecilnya diantara para peserta tes.

Penentuan daya beda butir biasanya dilakukan dengan menggunakan indeks korelasi, diskriminasi, dan indeks keselarasan item. Dari ketiga cara tersebut yang paling sering digunakan adalah indeks korelasi. Ada empat macam teknik korelasi yang biasa digunakan untuk menghitung daya beda, yaitu : (1) teknik point biserial, (2) teknik biserial, (3) teknik phi, dan (4) teknik tetrachorik.
Brennan (1972) sebagaimana dikutip dalam Encyclopedia of Educational Research (1992: 655) memperkenalkan cara untuk menghitung Indeks diskriminasi dengan menggunakan rumus


Dimana dari rumus di atas dapat dimaknai bahwa daya beda adalah perbedaan antara proporsi kelompok atas yang menjawab benar butir tes dengan proporsi kelompok bawah yang menjawab benar butir tes . Rumus tersebut dapat digunakan untuk menghitung daya beda butir-butir soal dalam bentuk pilihan ganda.
Daya beda juga dapat dijelaskan sebagai derajad hubungan antara skor butir dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Rumus khusus korelasi product moment yang dikenal dengan korelasi point biserial untuk data dalam bentuk dikotomi sebagaimana dikutip dalam Encyclopedia of Educational Research (1992: 654) adalah sebagai berikut

Dimana , mean total skor peserta yang memiliki jawaban benar. adalah mean skor total Sx, adalah standar deviasi skor total, p adalah proporsi peserta ujian yang menjawab benar pada butir tes sedangkan q adalah 1 - p. Rumus korelasi point biserial juga dapat diturunkan langsung dari rumus korelasi produk momen tanpa membuat pembatasan asumsi.
Alternatif lain untuk melihat indeks daya beda adalah dengan menggunakan rumus korelasi biserial. Korelasi biserial berbeda dengan korelasi point biserial baik secara teori maupun perhitungan, akan tetapi jika digunakan untuk tujuan menganalisis butir, kedua teknik tersebut dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama (Ebel & Frisbie, 1986: 230). Crocker (1992: 654) menyatakan rumus korelasi biserial sebagai berikut :



"y" pada rumus korelasi biserial di atas melambangkan ordinat p dalam kurva normal. + adalah mean skor dari peserta tes yang memiliki jawaban benar, adalah mean skor total, Sx adalah deviasi standar total, p adalah proporsi peserta ujian yang menjawab benar butir tes. Koefisien korelasi point biserial selalu lebih rendah dari koefisien korelasi biserial. Hal ini dikarenakan tingkat kesukaran dikombinasikan dengan kriteria oleh koefisien point biserial.
Teknik lain untuk menentukan nilai daya beda adalah dengan menggunakan teknik korelasi phi . Anas Sudijono (2005: 391) menuliskan rumus tentang teknik korelasi phi sebagai berikut :


adalah angka indeks diskriminasi phi yang dianggap sebagai angka indeks diskriminasi butir. PH adalah proporsi orang yang menjawab benar kelompok atas. PL adalah proporsi orang yang menjawab benar kelompok bawah. p adalah proporsi seluruh peserta tes yang menjawab betul dan q adalah 1 dikurangi p.
Untuk menyatakan bahwa besaran daya beda dapat berfungsi dengan baik, ada beberapa patokan yang dapat digunakan. Menurut Djemari Mardapi (2000: 5) butir yang diterima harus memiliki indeks daya beda > 0,3. butir dengan indeks daya beda kurang dari antara 0,1 sampai 0,3 perlu direvisi dan jika daya bedanya < 0,1 maka butir tersebut tidak diterima.

Posted in Diposting oleh Penelitian dan Evaluasi Pendidikan di 15.12  

1 komentar:

  1. Tuti J Rismarini Says:

    penjelasan kurang rinci, sehingga sulit dimngerti

 
Copyright 2005-2007. Hello Wiki designed by Fen, Arsip by Blog Tutorial.